Peluang Usaha

Perspektif Kang Ebud

on Wednesday, October 20, 2010



Manusia tidak saja mempertanggungjawabkan berbagai peran yang diembannya selama ini di antara sesama manusia, namun jauh lebih besar untuk mempertanggungjawabkan dirinya kepada Allah. Manusia memiliki derajat yang tinggi karena ia adalah khalifah di muka bumi ini. Namun dalam banyak hal, manusia terjebak sendiri dalam berbagai peran antara yang satu dengan yang lain, bahkan tak jarang berseberangan dalam satu dimensi waktu. Saat tertentu, ia berperan sebagai seorang pemimpin keluarga yang harus menafkahi keluarganya, namun pada saat yang bersamaan yang bersangkutan juga berperan sebagai tikus negara. Akhirnya, muncullah kebohongan demi  menutup kebohongan yang lain yang dalam dimensi sosiologis digambarkan sebagai manusia yang kehilangan jati diri dari dalam satu masyarakat.
Manusia hidup dalam satu tatanan nilai yang memang sudah tersruktur dalam masyarakat. Tatanan nilai tersebut menjadi seperangkat acuan yang tergabung dalam norma keagamaan serta hukum untuk berperilaku. Seperti dikatakan oleh Ignas Kleiden bahwa pengertian kita tentang manusia tak pernah benar-benar terang benderang bagaikan siang hari bolong, tetapi selalu dalam kawasan remang-remang. Oleh karena itu, menulis tentang manusia sesungguhnya adalah mencoba-coba untuk memahami manusia dengan segala aspeknya.
Dengan dasar di atas, Perspektif Kang Ebud mencoba hadir untuk berbicara tentang kemanusian dalam beberapa perspektif. Bukan atas dasar karena merasa tahu segala hal, melainkan secuil cermin yang kiranya bisa sama-sama memperkaya perspektif dan pengetahuan kita. Membaca Perspektif Kang Ebud sebagaimana membaca tentang diri kita sendiri dan bercermin atas diri kita sehingga kita bisa menertawakan diri sendiri tanpa terbebani untuk berbuat dholim kepada orang lain. Selain itu, juga berarti membaca antara mimpi-mpimpi dan kenyataan. Dalam bahasa Sosiologis, dikatakan sebagai das sollen (normatif) dan das sein (fakta). Kedua hal itu akan terus duduk berimpitan, menyatu, berdampingan bahkan dalam satu titik tertentu  berseberangan sebagaimana tergambar dalam contoh peran di atas. Oleh karena itu, hati nurani menjadi kunci penting untuk membantu jiwa manusia dalam merajut hidup ini. Seperti disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW, bahwa dalam tubuh manusia ada sekerat daging. Jika daging itu baik, maka baiklah ia. Tapi bila buruk, buruklah ia. Ketahuilah bahwa sekerat dagung tersebut adalah hati.
Mencuplik “The Alchemist” karya Paulo Coelho dalam salah satu percakapan antara sang alkemis dan si anak. “Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?”, tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada satu hari. “Sebab di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada”, jawab sang Alkemis. Kekayaan hati sulit diukur. Bila manusia benar-benar mempercayai hatinya, melakukan sesuatu sesuai dengan hatinya, menyatunya pikiran dan hati dalam satu tuindakan, betapa manusia akan hidup dalam kebahagiaan.
Gambaran dan fenomona tentang rajutan banyak khayal dan imajinasi tentang kehidupan itulah yang coba dihadirkan dalam perspektif Kang Ebud. 










1 comments:

Anonymous said...

Ditunggu kiriman perspektifnya.

Post a Comment