Peluang Usaha

Aspek Keuangan Budidaya Sapi

on Saturday, October 16, 2010



Budidaya sapi masih dianggap sebagai usaha sampingan yang diusahakan dalam skala kecil yang berjalan apa adanya. Bagi sebagian besar peternak, ketika mereka berhasil menjual seekor sapi dengan harga Rp9 juta  dianggap sudah untung besar. Benarkah hal tersebut? Lalu bagaimana kita bisa membuat peternak memiliki posisi tawar yang lebih besar sehingga dapat hidup secara lebih layak?
Memelihara sapi yang biasa dilakukan saat ini mengacu pada pola tradisi nenek moyang yang telah berurat akar di masyarakat. Walhasil, sebagian peternak muda juga mengikuti ajaran nenek moyang tersebut. Apakah ini salah? Tidak ada yang salah. Hanya saja, zaman terus berkembang dan kita diberikan karunia oleh Allah untuk berpikir lebih baik. Di samping itu, kesempatan yang ada juga jauh lebih besar dibandingkan dengan nenek moyang kita dulu.
Tatkala ada peternak, sebut saja Mas Karyo yang berhasil menjual sapi PO dengan harga Rp9 juta. Mas Karyo mengantongi uang yang begitu besar untuk ukuran kebanyakan kita hanya dalam satu waktu. Ibarat menabung di celengan tanah liat, berhamburanlah uang Rp9 juta tersebut setelah hari demi hari di isi dengan mencari rumput, memberi pakan konsentrat, membeli ampas tahu dan lain sebagainya. Namun benarkah keuntungan yang didapat sebesar itu? Mari kita lihat. Sapi tersebut dipelihara selama 20 bulan dengan asumsi dipelihara dari pembibitan sendiri. Kalau dikalkulasi maka setiap bulan pendapatan kotornya sebesar Rp400 ribu atau Rp13 ribu per hari. Angka tersebut termasuk besar bila sudah netto. Namun Mas Karyo belum melakukan perhitungan biaya secara lebih detil termasuk keringat yang diperasnya tiap hari untuk mencari pakan, pembelian konsentrat, katul, garam dan lainnya. Biaya pakan misalnya per hari Rp3.000,00 ditambah dengan tenaga kerja Rp8.000,00. Praktis dalam sehari keuntungannya hanya berkisar Rp2.000,00 atau sebulan hanya Rp60 ribu.
Lalu bagaimana kita memecahkan masalah seperti ini. Kita bisa melakukan perbaikan melalui beberapa langkah. Pertama, kelemahan usaha ternak yang dijalankan secara tradisional adalah tidak adanya pencatatan pengeluaran dan pemasukan uang, sehingga kita mengalami kesulitan apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak. Pencatatan tersebut berlaku tidak hanya untuk usaha besar namun usaha kecil juga perlu dilakukan. Pencatatan ini tidak membutuhkan jurnal akuntansi yang rumit dan pelik. Cukup catat harga beli berapa dan biaya yang dikeluarkan selama pemeliharaan termasuk waktu pembeliannya. Kedua, menyusun rencana cash flow. Jangan sampai saat memelihara sapi bakalan berjalan, kita sudah kesulitan likuiditas keuangan karena terpakai untuk yang lain atau karena tidak adanya rencana keuangan sejak dari awal. Ketiga,lakukan pemisahan keuangan antara budidaya sapi dengan keuangan pribadi. Kita analogikan seperti mendirikan perusahaan dalam bentuk perseroan terbatas, sehingga nantinya tidak bercampur antara uang hasil usaha dengan uang pribadi. Pada akhirnya, kita harus menghitung keuntungan bersih dari usaha ini dengan analogi pembagian deviden pada PT. Pembagian deviden tersebut yang akan menjadi tambahan dalam keuangan pribadi, atau akan lebih baik bila diakumulasikan kembali dalam bentuk penambahan modal. Konsekwensinya, kita harus bisa menggaji diri kita terlebih dahulu termasuk bila memerlukan tenaga kerja lain. Tak masalah pemilik sekaligus  pekerja di tempat usaha kita. Keempat, menggunakan faktor kali. Kalau hanya memelihara 1 atau 2 ekor, maka keuntungannya relatif kecil, namun bila kapasitasnya sekitar 10 ekor maka faktor kali lebih besar. Dari sisi fix cost tidak banyak berpengaruh, yang perlu dipertimbangkan dari sisi variabel costnya. Kelima, buat strategi dengan mencari ceruk pasar yang jelas dan fokus. Kita ambil contoh, dengan mempertimbangkan cost yang lebih rendah dan tingkat permintaan yang tinggi, maka bisa saja fokus ke pembibitan. Hitung-hitungan kalau kita memelihara 12 induk sapi, maka setiap bulan bisa menjual anak sapi dengan harga kurang lebih Rp5-6 juta (asumsi sapi jenis limosin atau metal). Asumsi fix cost dan variabel cost sebesar 30%, maka keuntungan dalam bulan berjalan Rp3,5-4,2 juta. Untuk lingkup pedesaan sudah terhitung sangat bagus. Keenam, kembangkan terus pengetahuan kita dan berani mencoba. Tak perlu takut untuk dibilang berbeda dengan yang lain atau dianggap aneh, sepanjang memang kita yakin. Kita tak bisa meyakini sampai berhasil mencobanya.
Akhirnya, kunci dari itu semua yakni berani memulai dan bertindak. Dengan model seperti ini kita akan memiliki daya tawar yang lebih tinggi. Mari bangkitkan ekonomi kerakyatan dan agrobisnis dari diri kita.


2 comments:

Beta said...

Cocoknya sekali diawal musim hujan begini beternak sapi.

eyiik said...

terimakasih infonya mas. saya jadi lebih terbuka lagi pikirannya . semoga blog ini menjadi inpirasi bagi semua orang.

Post a Comment